Selasa, 12 November 2013

Sang Surya dan Sang Kegelapan


Part 1.

Aku duduk di atas peneduh yang sangat luas, menurutku. Sang surya mulai merangkak keluar dari tempat persembunyiannya. Aku memang sudah terbiasa dengan penungguanku ini terhadapnya, walau saat sebelum saat hari ini tiba aku melihatnya dengan suasana hati yang tak pernah sekeruh ini. Sedangkan saat ini, Aku benar-benar berusaha untuk tidak lengah dari setiap pergerakannya. Berharap dengan kemunculan sang surya tersebut, dapat menghilangkan semua kegundahan di hatiku yang saat ini bisa dibilang seperti putaran angin yang memporakporandakan semuanya, termasuk semua harapanku. Tak kusangka semua berasal dari kenangan itu. Aku tahu saat itu tatapanku kosong. Seakan-akan aku seperti anak depresi yang terbiasa hanyut dalam ilusi diluar akal pikirannya. Sesaat kemudian aku menyadari aku sudah lama menunggu kemunculan sang surya itu.

Aku kembali mencoba untuk kembali ke tujuan awalku duduk diatas peneduh ini. Bukan hanya peneduh bagiku, tapi keluargaku, tetanggaku, bahkan mungkin seluruh umat manusia di belahan dunia ini mempunyai anggapan yang sama sepertiku tentang peneduh ini. Peneduh dalam sepanjang kehidupan. Saat itu, aku merasakan keganjilan saat aku melihat sang waktu berada tepat pukul 08.00 WIB. Seharusnya, sang surya saat ini berada setinggi satu tombak di ujung dunia sebelah timur. Tapi, kenapa sampai saat ini aku tak kunjung melihatnya juga? tak setitikpun cahayanya yang dapat kulihat. Aku mencoba untuk mendongakkan kepalaku searah dengan arah gerak matahari. Berharap perkiraan sang waktu salah. Sesaat aku menghentikan aktivitas kepalaku yang mencoba mencari kesalahan sang waktu. Aku terdiam. Aku diam bagai patung. Aku merasa, mungkin aku adalah salah satu patung dari banyaknya patung didunia ini yang merasakan ketidakadilan hukum alam hanya karena aku merasa setitik harapanku untuk menghibur hatikupun rapuh seketika. Rapuh yang kurasa mulai merayapi tubuhku, saat kehadirannya didepan mataku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar